Viola Meilinda, Pendiri KALIYA dan Penjaga Warisan Budaya Etam
Viola Meilinda adalah sosok inspiratif yang telah memberikan
kontribusi besar dalam pelestarian budaya dan pengembangan literasi di
Kalimantan Timur. Sebagai pendiri KALIYA (Kutai Literasi dan Budaya Etam), ia
telah menciptakan platform yang tidak hanya mempromosikan literasi, tetapi juga
menjaga dan melestarikan budaya etnik Dayak dan Kutai.
Latar Belakang dan Motivasi
Lahir dan besar di Kutai, Viola Meilinda tumbuh dengan
kecintaan yang mendalam terhadap budaya lokalnya. Ia melihat betapa kaya dan
beragamnya budaya yang dimiliki suku Dayak dan Kutai, namun sering kali
terpinggirkan atau kurang dikenal oleh generasi muda. Kekhawatiran akan
hilangnya nilai-nilai budaya dan tradisi ini mendorong Viola untuk melakukan
sesuatu yang bermakna.
Melalui KALIYA, Viola ingin menghubungkan literasi dengan
budaya lokal, dengan harapan generasi muda tidak hanya melek huruf, tetapi juga
mengenal dan mencintai warisan budaya mereka. Ia percaya bahwa literasi yang
kuat harus diimbangi dengan pemahaman yang mendalam terhadap identitas budaya.
Peran Komunitas Kutai dan Literasi dan Budaya Etam
(Kaliya) Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Penyandang Disabilitas di
Tenggarong.
Sebagaimana yang kita tahu, bahwa peran yang dilakukan oleh
Komunitas Kutai Literasi dan Budaya Etam (Kaliya) adalah untuk meningkatkan
kepercayaan diri penyandang disabilitas di Tenggarong khususnya disabilitas
sensorik pendengaran/Tuli.
Meningkatnya kepercayaan diri penyandang disabilitas Tuli di
Tenggarong ini terlihat dari sudah ada yang memiliki kemandirian dan
keterampilan dalam menjalankan kehidupan dan berperan aktif dalam lingkungan
masyarakat.
Dalam berbagai kesempatan Komunitas Kutai Literasi dan
Budaya Etam (Kaliya) menyelenggarakan kegiatan Beisyaratan atau kelas bahasa
isyarat yang berkolaborasi dengan Komunitas Sahabat Tuli Tenggarong.
Bahasa isyarat ini menggunakan kombinasi gerak atau bentuk tangan, lengan, tubuh serta ekspresi wajah untuk menyampaikan sebuah pesan kepada lawan bicara. Kaliya yang dinaungi oleh Gerakan Literasi Kutai (GLK) ini memiliki pesan khusus dalam mengadakan bahasa isyarat, yakni memberikan wadah bagi para teman tuli agar bisa diberdayakan dan menghilangkan stigma negatif dari masyarakat.
Tujuan diadakannya kelas tersebut bagi teman dengar adalah
menambah sertifikasi skill berbahasa isyarat. Selain itu, keresahannya terhadap
masih minimnya aksesibilitas penerjemah bahasa isyarat di masyarakat umum.
Perjalanan Mendirikan KALIYA
Perjalanan mendirikan KALIYA bukan tanpa tantangan. Viola
harus berhadapan dengan kurangnya dukungan awal, baik dari segi finansial
maupun dari segi minat masyarakat. Namun, ketekunan dan semangatnya yang tak
kenal lelah membuat KALIYA perlahan mendapatkan tempat di hati masyarakat.
Viola mulai mengumpulkan berbagai materi tentang budaya
Dayak dan Kutai, termasuk cerita rakyat, bahasa, seni, dan adat istiadat. Ia
juga berkolaborasi dengan tetua adat, seniman lokal, dan penulis untuk
memperkaya konten KALIYA. Selain itu, Viola mengintegrasikan program-program
literasi yang menarik, seperti kelas menulis cerita rakyat, workshop seni
tradisional, dan diskusi budaya, sehingga masyarakat dapat belajar dan terlibat
secara langsung.
Dampak dan Pengakuan
Kehadiran KALIYA telah memberikan dampak signifikan,
terutama dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya literasi dan pelestarian
budaya lokal. Anak-anak dan remaja yang sebelumnya kurang tertarik dengan
budaya tradisional kini lebih antusias dalam mempelajari bahasa, cerita, dan
seni dari nenek moyang mereka. KALIYA juga menjadi ruang interaksi
antargenerasi, di mana tetua adat dan anak-anak muda dapat berbagi pengetahuan
dan pengalaman.
Viola Meilinda mendapatkan pengakuan luas atas kontribusinya
dalam bidang literasi dan pelestarian budaya. KALIYA tidak hanya dikenal di
tingkat lokal, tetapi juga menarik perhatian nasional sebagai model yang
efektif dalam menggabungkan literasi dengan pelestarian budaya. Banyak pihak
yang melihat KALIYA sebagai inisiatif yang penting dalam menjaga identitas
budaya di tengah arus modernisasi yang pesat.
Penutup
Viola Meilinda, dengan dedikasi dan kecintaannya terhadap
budaya lokal, telah membuktikan bahwa literasi tidak hanya tentang membaca dan
menulis, tetapi juga tentang memahami dan menghargai warisan budaya. KALIYA,
sebagai buah karyanya, adalah bukti nyata bahwa dengan visi yang kuat,
seseorang dapat membawa perubahan yang berarti dalam masyarakat. Viola telah
menjadi inspirasi bagi banyak orang, terutama generasi muda, untuk terus
menjaga dan melestarikan budaya sambil meningkatkan literasi.
Posting Komentar untuk "Viola Meilinda, Pendiri KALIYA dan Penjaga Warisan Budaya Etam"